Google Project Tango

Tango memungkinkan Anda melihat lebih banyak dari dunia Anda. Tahan saja smartphone Anda, dan perhatikan benda virtual dan informasi muncul di atas lingkungan sekitar Anda. Jadi, dimanapun Anda berada, selalu ada pengalaman yang lebih kaya dan mendalam untuk terlibat, mengeksplorasi dan menikmati. Anda akan melihat.

Microsoft Hololens

Realitas campuran membawa orang, tempat, dan objek dari dunia fisik dan digital Anda bersama-sama. Lingkungan campuran ini menjadi kanvas Anda, di mana Anda dapat menciptakan dan menikmati berbagai pengalaman. Untuk menjelajahi ruangan dalam realitas campuran, Anda dapat mengontrol pandangan Anda terhadap gambar di bawah ini dalam 360 derajat dengan menarik kursor mouse Anda di atas gambar atau menggunakan tombol panah keyboard Anda atau tombol A, S, D, dan W.

Mengenal Teknologi OLED

Organic Light-Emitting Diode (OLED) atau diode cahaya organik adalah sebuah semikonduktor sebagai pemancar cahaya yang terbuat dari lapisan organik. OLED digunakan dalam teknologi elektroluminensi, seperti pada aplikasi tampilan layar atau sensor. Teknologi ini terkenal fleksibel dengan ketipisannya yang mencapai kurang dari 1 mm.

Thursday, July 20, 2017

Microsoft Hololens : Teknologi Iron Man yang Jadi Nyata

Microsoft Hololens : Teknologi Iron Man yang Jadi Nyata
Pernah menonton film Iron Man, dimana Tony Stark menggunakan teknologi hologram untuk membuat armor Iron Man? Teknologi inilah yang sedang dikembangkan Microsoft melalui Microsoft Hololens. Untuk mengakses hologram yang berfungsi sama seperti sebuah sistem operasi, sebuah alat yang dikenakan di kepala mirip seperti headset disertai googles.

Microsoft Hololens menggunakan sistem Windows terbaru untuk mengakses fitur-fiturnya. Pengguna harus berada pada koneksi internet serta baterai dalam keadaan penuh. Hololens seperti komputer, tetapi berada dalam satu alat yang digunakan pada kepala. Hologram menjadi dasar pengoperasian teknologi baru ini.
Cara kerja Microsoft Hololens, teknologi dengan fitur dan harga fantastis dari Microsoft cukup mudah. Alat memiliki sensor yang mengidentifikasi gerakan tangan, suara, dan dilengkapi dengan kamera. Untuk masuk ke start menu, cukup melakukan air-flapping yaitu memetik ibu jari ke jari telunjuk atau tengah. Sistem akan otomatis menampikan layar layaknya laptop tepat di depan kamu dalam bentuk hologram. Untuk mengakses menu, gerakkan tangan seolah melakukan sentuhan pada layar. Hal inilah yang membuat Microsoft Hololens, teknologi dengan fitur dan harga fantastis dari Microsoft.
 Fitur yang menarik adalah teknologi tiga dimensi ketika melakukan panggilan melalui Skype. Kamu akan berinteraksi seolah orang yang dihubungi tepat di depan kamu. Tentu saja mereka tidak datang secara nyata, tetapi dalam bentuk hologram. Hololens memiliki potensi untuk digunakan pada dunia kedokteran. Pasien dan dokter tidak perlu mengunjungi secara langsung untuk melakukan cek sederhana. Mereka berinteraksi dengan Hololens. Selanjutnya adalah media pembelajaran. Kamu bisa belajar tentang anatomi hewan secara terperinci dengan tampilan hologram.
 Teknologi ini diperkenalkan oleh Microsoft satu tahun yang lalu. Meskipun bukan yang pertama kali dalam pengembangan virtual reality, Hololens dianggap sebagai teknologi yang mendekati kondisi nyata serta memiliki peluang untuk diaplikasikan dalam dunia nyata. Lalu terkait dengan Microsoft Hololens, teknologi dengan fitur dan harga fantastis dari Microsoft, harga masih menjadi kendala. Harga Hololens saat ini diprediksi sekitar $3000.
39 jutaan om ampunnn

Monday, July 17, 2017

Misteri Pulau Galang,Batam



Tak hanya dikenal dengan sebutan surga gadget harga miring, Batam juga masyhur sebagai salah satu kawasan wisata andalan di Sumatera. Memang tak bisa disangkal kalau tempat ini dan beberapa pulau kecil di sekitarnya menawarkan eksotisme alam yang luar biasa. Namun, di sisi lain, ada satu pulau di sini yang kental dengan hal-hal horor dan menakutkan. Ya, namanya adalah Pulau Galang.
Pulau satu ini sudah sejak dulu banget dikenal sangat angker. Bahkan orang-orang sekitar pun nggak berani mampir selepas magrib karena tahu apa yang bakal mereka jumpai. Pulau Galang sendiri punya riwayat yang mengenaskan. Dulu, tempat ini dijadikan sebagai pulau singgah bagi orang-orang Vietnam yang kabur dari negaranya. Tapi, di sini mereka mengalami nasib buruk. Mulai kematian, penyakit, perkosaan dan hal-hal menyedihkan lainnya.
Kini Galang tak berpenghuni, tapi jejak-jejak mencekam para penghuninya masih sangat terasa. Dan masih soal pulau angker ini, berikut adalah fakta-fakta soal Pulau Galang yang mungkin akan membuatmu merinding.

Sejarah Pulau Galang dan Penduduk Vietnamnya

Galang sebelumnya tak pernah dihuni, hingga akhirnya orang-orang Vietnam memenuhinya di tahun 70an. Alasannya sendiri karena di negara komunis ini tengah terjadi pergolakan besar. Makanya, daripada nyawa melayang tanpa arti, beberapa orang Vietnam memutuskan untuk pergi sejauh-jauhnya hingga akhirnya bersandar di Pulau Galang ini.
Sama seperti para pengungsi lainnya, seperti Rohingya atau Suriah, butuh perjuangan berdarah-darah bagi para pengungsi Vietnam untuk sampai di Pulau Galang ini. Mereka menempati perahu kecil dan berdesak-desakan hingga satu persatu tewas karena keadaan. Berbulan-bulan terombang-ambing di Laut Cina Selatan, mereka akhirnya sampai ke Galang.

Kehidupan di Sana Sangat Miris

Meskipun berhasil selamat dari maut di negeri sendiri, tapi di Pulau Galang para pengungsi Vietnam tersebut tak lantas mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Mereka terlunta-lunta sampai akhirnya PBB membantu dengan mendirikan bangunan-bangunan. Entah, mungkin karena depresi atau semacamnya, kehidupan di sini seperti mati. Orang-orangnya pun juga berkelakuan beringas. Sangat menakutkan tinggal di sana dan gara-gara itu juga sampai dibangun penjara khusus bagi orang-orang seperti itu. Tak hanya itu, hampir seluruh penduduk di sini mengalami sebuah wabah bernama Vietnam Rose atau semacam penyakit kelamin khusus.

Kisah Sedih si Cantik Tinh Nham Laoi


Ketika membahas Pulau Galang tentu tak lepas dari sosok bernama Tinh Nham Laoi. Wanita satu ini memang bukan siapa-siapa, namun namanya terpatri di sebuah monumen di Galang. Wanita ini bisa dikatakan sebagai bukti nyata dari kehidupan miris di pulau tersebut. Tinh Nham Laoi menurut cerita mati karena bunuh diri.
Penyebabnya sendiri adalah pemerkosaan hebat yang dialaminya. Sehingga untuk menutupi rasa malu wanita yang katanya cantik ini melakukan bunuh diri. Bagi yang bisa melihat hal-hal gaib, katanya Tinh Nham Laoi suka Wara-wiri di sekitar Pulau Galang. Dan Tinh Nham Laoi menurut mereka yang bisa lihat, tak suka dengan pengunjung yang macam-macam dan bertingkah aneh.

Kuburan dan Arwah-Arwah Gentayangan


Di Pulau Galang masih terdapat sisa-sisa bangunan yang diperuntukkan bagi para pengungsi Vietnam. Mulai dari sekolah, rumah, tempat ibadah, sampai penjara. Kondisinya masih bagus, tapi jangan tanya kalau soal kesan. Jujur saja, kamu mungkin takkan kuat memandangnya lama-lama.
Tak hanya bangunan-bangunan, di pulau ini juga terdapat semacam kompleks perkuburan. Jumlahnya sendiri cukup banyak hingga 500an makam. Katanya, tempat ini jadi salah satu spot paling menakutkan di Pulau Galang. Jangan kata malam hari, siang saja nuansanya sudah sangat mencekam. Di sini juga katanya sering terlihat arwah-arwah gentayangan yang tak terima dengan kematian mereka.

Misteri Pintu yang Dijaga Kobra di Candi Kuno Padmanahaswarmy

Salah satu pintu di candi kuno Padmanahaswarmy dilindungi oleh dua kobra besar yang dilukis di atasnya. Diyakini pintu yang tak memiliki baut, kait, atau pegangan tersebut hanya bisa dibuka dengan gelombang suara dari nyanyian kuno.
Terletak di Thiruvananthapuram, Kerala, India, candi kuno ini memiliki delapan kubah bawah tanah. Dari delapan kubah itu, hanya lima yang telah dibuka dan dieksplorasi.
Dari lima bilik yang telah dibuka itu, diperoleh perhiasan, peralatan emas, senjata, berlian, berhala emas, patung gajah emas, dan kalung berlian dengan berat sekitar 500 kilogram. Selain itu juga ditemukan tas yang jumlahnya terhitung penuh dengan koin emas serta baju zirah dengan pelindung kepala yang dihiasi rubi dan zamrud.
Dengan jumlah kekayaan melimpah, tak heran kalau candi atau kuil itu sering disebut oleh penduduk setempat sebagai surga. Akan tetapi, yang paling misterius dari kuil tersebut adalah ruangan tersembunyi yang pintunya “dijaga” oleh dua kobra.
Dilansir dari Ancient Code, legenda mengatakan “siapa pun yang berani membuka pintu itu akan mendapatkan karma buruk.” Banyak orang berspekulasi bahwa isi ruangan tersebut melampaui kekayaan materialistis, selain barang-barang berharga.

4 HANTU FILIPINA YANG PALING MENYERAMKAN

Yang namanya hantu pasti menyeramkan ya, nah sama seperti di Indonesia ternyata di Filipina juga ada lho beberapa cerita hantu yang sangat mengerikan dan menakutkan banyak orang yang melihatnya.
Nah kamu mau tahu hantu apa saja yang ada di Filipina yang sangat menyeramkan bagi masyarakat negara itu? Simak 5 Hantu Paling Menyeramkan di Filipina berikut ini.
1. Aswang
Aswang (atau Asuwang) adalah makhluk mitologi menyerupai vampir yang ada dalam cerita rakyat Filipina. Penjajah Spanyol mencatat bahwa Aswang adalah yang paling ditakuti di antara makhluk mitologi lainnya di Filipina, terutama di abad ke-16. Mitos tentang aswang telah menyebar di seluruh Filipina, kecuali di wilayah Ilocos, yang merupakan satu-satunya wilayah yang tidak memiliki mitos yang sama. Urban legend ini terutama populer di daerah seperti Capiz, Iloilo, Negros, Bohol, Masbate, Aklan, Antik dan Siquijor.
2. Matruculan
Matruculan adalah salah satu dari makhluk mitologi dalam cerita rakyat Filipina, yang digambarkan suka menyerang ibu hamil. Konon Matruculan senang menghamili seorang gadis perawan, sebelum kembali untuk membunuh wanita itu dan memakan janinnya (meskipun beberapa cerita mengatakan bahwa baik ibu dan bayi, keduanya akan dimakan). Untuk melindungi ibu dan janinnya, seorang suami harus mengayunkan balisong atau pisau kupu-kupu, di atas perut wanita sementara dia dalam persalinan.
3.Kapre 

Kapre adalah raksasa berbulu dengan mata bersinar dan digambarkan senang mengisap cerutu. Makhluk ini biasanya ditemukan duduk di atas pohon menunggu malam tiba untuk menakut-nakuti anak-anak nakal yang berada di luar rumah ketika larut malam. Kapre tidak mencuri janin, makan orang atau memotong manusia. Dia hanya ingin menakut-nakuti anak-anak dan kemudian menertawakan mereka yang takut padanya. Beberapa cerita mengklaim bahwa kapre tergolong makhluk yang ramah.
4.Tiyanak
Tiyanak atau juga dikenal sebagai tianak, merupakan sosok vampir dalam mitologi Filipina. Makhluk penghisap darah ini memiliki wujud menyerupai bayi baru lahir atau anak kecil. Tiyanak akan menyamar menjadi bayi dan menangis untuk menarik perhatian manusia. Ketika seorang manusia mendekatinya, dia akan berubah ke wujud aslinya dan mengisap darah orang tersebut. Konon tiyanak juga senang menyerang wisatawan yang tersesat, atau menculik anak-anak.

Thursday, July 13, 2017

KUTUKAN KAMPUNG NAGA



Meski miskin, mereka pantang meminta-minta. Katanya takut dimarahi leluhur. Hingga kini masyarakat Kampung Naga enggan menembok rumahnya, tidak suka televisi apalagi listrik, mobil maupun pakaian warna-warni. Mereka juga menangis jika punya jabatan, katanya takut korupsi. Kehidupan duniawi, bagi mereka, benar-benar tidak ada.
Begitu sarung-sarung dilemparkan ke tepi sungai, lebih dari seratus lelaki tampak telanjang bulat. Berlarian mereka terjun ke Sungai Ciwulan yang airnya cokelat. Menerjang arus di tengah serakan batu-batu besar, tubuh mereka tampak tenggelam lalu muncul lagi di permukaan sungai yang lebarnya sekitar 15 meter itu.
Mereka menggosok bagian badan di atas pusar dengan leuleueur, cairan dari campuran akar dan buah tertentu. “Memakai sabun pada peristiwa ini dilarang,” ujar seorang lelaki yang masih menggosok badannya dengan cairan berwarna merah muda itu.
Setelah menyelam sekali lagi dan menggosok badan, kali ini tanpa leuleueur, mereka naik ke darat. Tanpa mengeringkan badan, mereka pada menyambar kain yang mereka campakkan tadi.
“Kami baru melakukan bebersih,” ujar Djadja Sutedja, 54 tahun, kuncen atau pemimpin adat di Kampung Naga.
Itu merupakan awal rangkaian upacara hajat sasih, semacam penghormatan kepada leluhur. Biasanya dilakukan enam kali setahun. Mereka sedianya akan melangsukan upacara pada pekan ketiga bulan Maret, bertepatan dengan pertengahan Jumadil Akhir.
Kampung di mana orang-orang berendam terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, 30 km dari Tasikmalaya dan 26 km dari Garut, Jawa Barat. Namanya cukup unik: Kampung Naga.
Untuk bisa ke Kampung Naga, orang harus melewati sekitar 500 anak tangga. Terbuat dari batu yang dilapis semen, tangga itu menuruni bukit yang terjal dengan kemiringan sekitar 45 derajat.
Dari muara tangga terbentang jalan batu di antara sawah-sawah. Indah, memang. Sungai Ciwulan, yang biasa digunakan untuk bersuci, mengalir di sisi kampung sebelah utara hingga ke timur. Sedangkan di arah barat dan timur, perbukitan yang dimanfaatkan untuk persawahan berdiri mengepung.
Selain 94 rumah penduduk, di kampung ini juga terdapat sebuah masjid, satu balai kampung, dan satu bangunan yang disebut.
Rumah pimpinan adat, kuncen, terletak di sebelah kiri masjid. Sekeliling kampung dipagari bambu dan pepohonan lain, hingga batas pinggirnya jelas kelihatan. Di tepi kolam-kolam ikan terdapat saung lisung, tempat menumbuk padi, leuit, tempat menyimpan padi, serta ruangan-ruangan kecil yang terbuat dari anyaman bambu dan dialiri air pancuran, yang berfungsi sebagai kamar mandi, wc, dan tempat cuci pakaian.
Tak ada penduduk yang punya kamar mandi pribadi. Ini uniknya. Di sekitar kolam itu juga dibangun kandang kerbau atau kambing. Daerah ini termasuk wilayah kotor, sedangkan daerah tempat tinggal dan bangunan umum merupakan wilayah bersih.
Ini memang kampung orang Islam, yang kehidupan sehari-harinya akrab dengan air (berwudu, mencuci najis, mandi), sehingga yang kotor dan yang bersih memang tidak bercampur baur.
Kampung Naga memang unik dibanding kampung lain-lainnya. Di sini sekitar 335 orang tinggal. Mereka mengaku keturunan.
Konon, moyang ini dahulu prajurit Mataram yang malu pulang setelah gagal menyerbu Batavia pada zaman Sultan Agung.
Selain lebih dari 300 orang yang kini berdiam di dalam, ratusan keturunan lainnya berada di luar kampung. Dan kelompok itu sendiri mereka sebut, artinya sekampung Naga, seadat Naga.
Orang-orang Sa Naga terkenal sangat patuh memegang tradisi. Mereka tidak suka bila listrik masuk desa. Bukan itu saja, mereka juga tidak suka televisi. Mereka juga enggan menggunakan mobil. Mengenakan pakaian warna-warni. Identiknya, mereka hanya menggunakan pakaian berwarna putih atau hitam. Selain itu, sarung juga menjadi ciri khas mereka. Yang menarik, semua orang di Kampung Naga tidak mengenakan alas kaki seperti sandal atau sepatu.
“Kami selalu taat terhadap leluhur. Benda-benda modern selalu membawa sial,” demikian diungkapkan Mak Loh, warga Kampung Naga paling tua. Usianya mencapai 100 tahun.
Pada hajatan sasih ini, kata Mak Loh, semua orang memohon berkah agar diberi keselamatan dan rezeki yang cukup.

“Kami selalu taat kepada adat nenek moyang,” ujarnya, sambil mengunyah ikan emas dan nasi putih.
“Kepatuhan kami pada adat sangat tinggi,” ujar Mak Loh.
“Seminggu tiga hari kami melakukan upacara nyepi.” Waktu nyepi itu, hari Selasa, Rabu, dan Sabtu. Biasanya kami membisu jika ditanya tentang riwayat nenek moyang dan Kampung Naga.
Kepatuhan lain: “Kami tak berani menyebut Kecamatan Singaparna di Tasikmalaya.”
Sebab nama itu, lanjut Mak Loh, sama dengan nama leluhurnya. “Kami menyebut kecamatan itu Galunggung.”
Kenapa Kampung Naga tidak suka dengan benda-benda modern, karena takut terkena kuwalat. Padahal, hanya sekitar 500 meter dari mereka pengaruh peradaban modern sudah terasa. Jalan besar yang menghubungkan Tasikmalaya dengan Garut itu setiap hari ramai dilewati kendaraan bermotor yang memungkinkan orang melompat sekaligus ke kehidupan modern. Pergi ke kota, paling tidak.
Sebaliknya, gaya hidup masyarakat Kampung Naga sangat tradisional sekali. Mereka benar-benar menggunakan tradisi leluhur. Semua rumah tidak ada yang terbuat dari tembok, pesawat televisi juga tidak ada, apalagi mobil. Menurut mereka, kegairahan modern hanya akan membungkam seseorang untuk menuruti syahwat duniawi.
“Kami mempunyai falsafah hidup,” ujar Mak Loh, yakni Teu Saba, Teu Soba. Teu Banda, Teu Boga. Teu Weduk, Teu Bedas. Teu Gagah, Teu Pinter.
Artinya: “Kami dianjurkan menjauhi kehidupan harta dan tidak merasa lebih dari yang lain,” katanya.
Soal urusan adat, Kampung Naga (kepala desa) Kasadayana (54) mengatakan, dirinya sama sekali tidak berani meninggalkan adat yang ada. Selain takut kuwalat, dia juga bilang hal itu sudah menjadi tradisi yang terbantahkan.
Bersama puluhan lelaki Sa Naga yang lain, Kasadayana duduk bersila di masjid yang terletak di tengah-tengah perkampungan. Dan seperti orang-orang lain ia pun memakai jubah putih yang panjangnya sampai ke lutut, menutup sebagian kain sarung pelekatnya.
“Seperti pada waktu mandi, memakai celana dalam sekarang juga tidak boleh,” ujarnya.
Masjid kampung Naga sendiri berukuran sekitar 5 x 10 meter. Bila hajat sasih tiba, masjid itu tampak bernada putih oleh warna jubah belacu yang dikenakan orang-orang. Mereka duduk bersila dan di depannya tergeletak sapu lidi bertangkai kayu cukup panjang. Mereka menunggu saat berangkat ke makam Eyang Singaparna yang terletak di pucuk bukit, hanya sekitar satu kilometer dari masjid.
Benar, di barat rumah ibadah terdapat bangunan lain yang besar. Berukuran 3 x 6 meter. Rumah beratap iju. Berdinding anyaman bambu yang disebut, semacam potongan bambu yang dianyam berselang-seling horisontal dan vertikal.
Sekeliling bangunan itu dipagari bambu. “Bangunan yang keramat memang selalu kami pagari bambu,” ujar Kasadayana.
Di latar belakang rumah besar itu tampak pohon-pohon tinggi dan rimbun. Bangunan yang disebut Bumi Ageung itu memang membersitkan misteri. Dan memang, di Bumi Ageung inilah senjata pusaka Kampung Naga berupa tombak dan keris disimpan.
Sehari-hari bangunan ini ditunggui seorang wanita yang sudah tak haid lagi. Dari sini pula, ternyata, sesajen upacara diambil. Dan kadangkala Mak Loh juga bertugas menjaga bangunan tersebut. “Jaganya sih giliran, tapi harus wanita yang sudah tidak haid,” ujar Mak Loh.
Djadja Sutedja, sang kuncen, keluar pertama kali. Membawa anglo kecil berisi kemenyan terbakar, ia berjalan paling depan. Di belakangnya, lelaki yang dianggap tetua kampung mengiringnya dengan membawa tampah berisi lemareun.
“Itu sesajen untuk Eyang Singaparna,” ujar Kasadayana sambil memperinci lemareun yang antara lain: sirih pinang, kapur, gambir, tembakau, dan daun saga.
Konon Eyang memang suka, alias punya hobi makan sirih. Sambil terus berkisah Lukanta tegak berdiri, sementara yang lain-lain sudah ada yang berjalan ke luar. Bertelanjang kaki, dan menyandang sapu lidi, mereka menuju makam Eyang Singaparna itu. Berbaris satu-satu.
“Sekarang kami akan membersihkan makam dengan sapu ini,” ujar Kasadayana, lalu lenyap di belokan.
Para lelaki yang mengenakan baju putih-putih itu kemudian menempuh jalan yang sempit, berbelok tajam, dan menanjak. Memasuki makam seorang diri, di tengah bau dupa yang keras, kuncen melakukan unjuk-unjuk meminta izin kepada Eyang Singaparna sembari menghadap ke arah barat.
Kuncen merupakan orang terakhir yang meninggalkan makam. Dan kini masjid kembali didominasi warna putih. Para pengikut upacara dengan jubah putih mereka kembali duduk, setelah menyimpan sapu lidi di para-para rumah ibadah itu.
Pemandangan selanjutnya: lewat jendela yang sempit, ratusan tumpeng yang berisi nasi dan lauk pauk serta buah-buahan mengalir masuk, dan mengalir ke hadapan tuannya masing-masing. Tumpeng-tumpeng itu disiapkan oleh kaum perempuan. Dan perempuan tidak mereka bolehkah untuk ke masjid, itulah sebabnya.
Banyak keunikan di Kampung Naga. Seperti aksitektur rumah-rumah warga. Rumah-rumah itu tegak disangga kerangka utama dari tiang-tiang kayu. Berukuran masing-masing sekitar 10 x 10 cm, jumlah tiang utama pada sisi bangunan yang memanjang selalu lima buah. “Untuk memenuhi persyaratan lima katimbang,” ujar sang kuncen.
“Dari nenek moyang kami dulu sudah begitu,” katanya.
Dinding rumah rata-rata terbuat dari anyaman bambu. Terdapat dua jenis anyaman. Pertama kepang, bentuknya seperti anyaman gedeg di Jawa Tengah. Kedua anyaman sasag.
Menurut Djadja, setiap rumah memiliki kolong. Antara permukaan tanah dan lantai berfungsi mengatur suhu dan kelembaban udara. Tapi ada pula kegunaan lain. “Kami di sini menyimpan alat-alat pertanian, dan juga ternak,” ujar Djadja.

“Yang khas dari arsitektur Kampung Naga adalah atapnya,” kali ini kata Kasadayana. Atap rumah dilapisi ijuk. Sehingga menyerupai tanduk. “Orang menyebutnya macam-macam,” ujar Kasadayana, “gapit, cagak gunting, ada pula yang menyebut capit hurang.”
Kenapa begitu, sebab bumi dan langit dan semua isinya, termasuk penghuni rumah, merupakan kesatuan jagat raya. Nah, karena itu semua warga harus menggunakan alam.
“Itu warisan leluhur. Kami tak berani menggantinya dengan genting, meskipun mudah didapat di sekitar kampung,” ujarnya, yang baru tiga tahun lalu memperbaiki rumahnya.
Pada prinsipnya, ruang di rumah Kampung Naga terbagi dalam tiga bagian: depan, tengah, dan belakang. Menurut Djadja, pembagian itu sesuai dengan pandangan orang Naga terhadap dunia: dunia atas, tengah, dan bawah. Bagian depan rumah digunakan untuk menerima tamu, dikenal sebagai daerah pria. Seorang tamu harus dihormati.
Ruang tengah atau tengah imah merupakan daerah netral, bisa digunakan pria atau wanita. Kegiatan selamatan, meletakkan jenazah sebelum dimakamkan, bermain bagi anak-anak dilakukan di sini. Di tepi tengah imah terletak  atau kamar tidur. Ini bagian rumah yang sakral. “Anak-anak dilarang bermain di pangkeng.”
Rumah kuncen Djadja Sutedja juga seperti itu, mengikuti adat. Di ruang yang terbuat dari bilik yang dicat kapur itu terletak sebuah tempat tidur berkasur. Di atas kerangka kayu yang memanjang terletak foto Kuncen dan foto anak-anaknya. Pintu penghubung pangkeng dan tengah imah hanya ditutup sehelai kain. Tak ada daun pintu.
Di bagian belakang rumah terdapat, dapur. Ini kawasan wanita. Lelaki hanya diperkenankan masuk untuk keperluan sekadarnya, seperti mengambil makanan, misalnya.
“Lelaki dilarang bercakap-cakap di dapur,” ujar Sutedja. “Itu tidak baik.” Tapi bagian belakang yang benar-benar tabu bagi lelaki adalah goah atau pandaringan. Tempat penyimpanan padi ini hanya boleh dimasuki kaum hawa.
“Tempat padi kan tempatnya Dewi Sri. Jadi hanya perempuan yang boleh masuk,” kata Djadja lagi.
Dalam satu hal ada lagi, semua rumah memanjang pada jurusan barat-timur. Masyarakat Naga tak berani menentang kodrat alam, menurut Djadja lagi. Arah barat-timur, katanya, adalah arah jalannya matahari. Dengan begitu pintu masuk berada di sebelah selatan atau utara. Tapi khusus pintu dapur harus dibikin dari anyaman sasag.
“Selain ketentuan leluhur, bila ada bahaya api di dapur lekas ketahuan,” Djadja memberi penjelasan.
Di Kampung Naga, kedudukan seorang kuncen sangat tinggi. Seperti dikatakan Kasadayana, kuncen dianggap memiliki kekuatan yang berlebih dari orang kebanyakan termasuk menjadi penghubung manusia dengan kekuatan-kekuatan luar, misalnya arwah leluhur.
“Tapi sampai kini, menjadi kuncen lebih dari 20 tahun, saya belum pernah mengalami hal-hal gaib,” ujar Sutedja dengan jujurnya.
Rata-rata mata pencaharian masyarakat Kampung Naga adalah petani dan perajin. Tak heran jika ekonomi warga kurang berjalan lancar. Kesulitan ekonomi tak hanya dialami Kasadayana, si kuncen sendiri tak luput.
“Rata-rata kami tidak bekerja sebagai dagang atau kantor,” ujar Kasadayana, sambil memegang kepalanya yang sudah memutih rambutnya.
Kasadayana menceritakan, pernah kuncen (Djadja) tidak punya uang untuk membiayai anaknya sekolah. Anak-anak Djadja jumlahnya delapan. Ada yang di SLTP. Karena terlambat bayar, mereka malu dan tidak masuk sekolah. Kendati demikian Djadja menolak uluran tangan pemerintah sewaktu hendak menjadikan Kampung Naga obyek wisata.
“Kata kuncen waktu itu, rezeki yang mengatur Tuhan,” cerita Kasadayana.
Menurut kuncen, adanya tempat wisata akan mengundang maksiat. “Nanti banyak perempuan berkeliaran di sini,” kenang Djadja yang mendapat tawaran dari pemerintah menjadikan Kampung Naga sebagai tempat wisata.
Memang, bila Kampung Naga dijadikan obyek wisata, keuangan penduduk akan membaik. “Tapi apa gunanya uang, jika adat-istiadat rusak?” kata Djadja, agak sengit.
Dalam pemilihan lurah beberapa waktu yang lalu, Djadja sempat terpilih menduduki jabatan itu. “Saya menangis. Malah saya akan mengadakan kenduri jika saya tak terpilih.”
Lho kok begitu? “Kalau jadi pejabat, saya akan terpaksa berbohong. Menipu kuitansi, misalnya. Wah, ya. Kalau terpaksa, yah, tidak apa-apa, saya kira,” ujarnya. Ia tersenyum, memperlihatkan giginya yang besar-besar.bs/ajie